GENDANG KEMATIAN KARO





Gendang Kematian Karo 
Oleh
Pulumun P Ginting

Upacara Gendang kematian adalah salah satu ritual kematian yang terdapat pada etnik Karo yang di dalamnya terdiri dari berbagai unsur (peristiwa) yang merupakan satu kesatuan, yaitu

Gendang Lima Sendalanen (sering juga disebut gendang telu sedalanen lima sada perarih) merupakan ensambel musik yang paling dikenal dalam khazanah musik tradisional Karo. Istilah gendang pada kasus ini dapat diartikan dengan ‖alat musik‖, lima berarti ‖lima‖ dan sendalanen berarti ‖sejalan‖. Dengan
demikian, gendang lima sendalanen mengandung pengertian ‖lima buah instrumen musik yang dimainkan secara bersama-sama‖.

Berdasarkan jumlah alat musiknya, gendang lima sedalanen memang terdiri atas lima buah alat musik, yaitu (1) sarunei, (2) gendang singindungi, (3) gendang singanaki, (4) penganak, dan (5) gung. Tiap-tiap alat musik dimainkan oleh seorang pemain dengan sebutan penarunei untuk pemain sarunei, penggual
untuk sebutan gendang singindungi dan gendang singanaki. Lebih spesifik lagi, pemain gendang singindungi disebut penggual singindungi dan pemain gendang singanaki disebut penggual singanaki.

Orang yang memainkan penganak disebut simalu penganak dan orang yang memainkan gung disebut simalu gung. Ketika mereka bermain musik dalam suatu upacara adat Karo, sebutan mereka menjadi satu, yaitu sierjabaten (yang memiliki jabatan). Sebutan penggual dan penarune tetap melekat pada diri mereka sepanjang masih beraktivitas dalam bidang musik, sementara sebutan sierjabaten biasaya hanya muncul ketika mereka bermain dalam suatu konteks upacara adat Karo.

Landek adalah menari secara berhadapan antara dua kelompok tertentu.Konsep landek berhadap-hadapan dalam aktivitas menari Karo terbagi atas duabentuk, yaitu landek adat dan landek hiburan. Dalam landek adat, yang berhadaphadapan
adalah kelompok sukut (kelompok sukut yang meninggal) dengan salahsatu pihak kekerabatan yang turut serta dalam upacara tersebut.

Dalam landek hiburan, yang landek berhadap-hadapan adalah kelompok sunguda-nguda (wanita)dan kelompok anak perana (pria) yang dilakukan dengan berpasang-pasangan.
Tiap-tiap kelompok berjumlah persis sama, sedangkan dalam landek adat (upacara kematian), tidak memperhatikan kesamaan jumlah kedua kelompok.

Nuri-nuri adalah seseorang yang memberikan petuah-petuah, baik darikelompok yang mempunyai upacara maupun dari pihak kekerabatan yang turut serta dalam upacara tersebut. Singerunggui (protokol) mengarahkan acara nuri-
nuri dengan sistem kekerabatan yang ada. Konsep nuri-nuri dalam konteks gendang kematian umumnya tidak saja berbicara dengan keluarga yang ditinggal,tetapi justru yang nuri-nuri memosisikan diri pada mayat yang sedang diupacarai.

Ngandung adalah pengungkapan isi hati dengan cara menangis. Ngandung dalam upacara gendang kematian adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukanpihak kelompok yang mempunyai hajatan. Ketika seseorang nuri-nuri ataungandung, kemudian pihak keluarga akan datang mendekat sambil ngandung.Sukut dalam hal ini meratapi dan mengenang perilaku yang meninggal ketika
masih hidup dan terungkap dari keluarga yang ngandung.

Rende adalah bernyanyi, sedangkan perkolong-kolong adalah orang yang bernyanyi. Dalam upacara gendang kematian lagu katoneng-katoneng (teks lagu yang dinyanyikan secara spontan) diiringi gendang lima sedalanen yang dinyanyikan oleh seorang perkolong-kolong. Dalam hal ini perkolong-kolong
sebagai media untuk menyampaikan pesan yang meninggal kepada kerabatnya.Sebaliknya, pesan dari kerabat kepada keluarga yang ditinggal.

Bujur..

Sumber 
https://www.facebook.com/Denh-news-596434540491429/?fref=photo

Comments

Popular posts from this blog

Begu Ganjang dan Antinya

ASAL USUL GINTING

UMANG